Lombok Utara | Insightnusantara.com — Bagi sebagian orang, ruang tahanan barangkali hanya identik dengan jeruji besi dan deretan aturan disiplin. Namun di tangan Ipda Hukman Nazri, Kasat Tahanan dan Barang Bukti (Tahti) Polres Lombok Utara, ruang sempit itu justru menjadi ladang pembinaan rohani bagi para tahanan.
Perwira kelahiran pringgasela lombok timur, pada 1975 ini memang dikenal memiliki latar belakang pendidikan agama yang kuat. Sejak kecil, Hukman menempuh pendidikan di lingkungan Pondok Pesantren NW Pancor. Selepas menamatkan SMA pada 1993, ia memilih jalur abdi negara dengan masuk Sekolah Polisi Seba PK Polri pada 1995, kemudian lulus di SPN Kupang Polda Nusa Tenggara Timur pada 1996.
Kariernya diawali di Polres Kupang dan berjalan hingga 2007, kemudian diteruskan di Polres Lombok Barat Polda NTB. Tahun 2022 menjadi tonggak penting ketika ia resmi menyandang pangkat perwira dan bertugas di Polres Lombok Utara. Kepercayaan semakin besar ketika pada 2025 Kapolres Lombok Utara menunjuknya sebagai Kasat Tahti, jabatan strategis yang mengemban tanggung jawab pengawasan tahanan dan barang bukti.
Namun, di balik peran formal tersebut, Ipda Hukman menempatkan diri lebih dari sekadar pengawas. Mengandalkan bekal pendidikan agama, ia rutin membimbing para tahanan dengan pendekatan rohani.
“Saat ini ada 20 orang yang kami bina di ruang tahanan Polres Lombok Utara. Mereka bukan hanya orang yang menjalani hukuman. Mereka tetap manusia yang punya kesempatan berubah. Tugas saya bukan hanya menjaga, tetapi juga membina,” ujar Hukman, ditemui di ruang kerjanya, Senin (28/7).
Bimbingan yang ia berikan tak melulu berupa ceramah agama formal. Hukman kerap mengajak tahanan berdiskusi soal nilai moral, pentingnya bertanggung jawab, dan memberi nasihat sederhana tentang keluarga. Setiap Jumat, ia juga memberikan tausiyah dan pengajian.
“Kami rutin adakan pengajian kecil, baca Al-Qur’an bersama, atau sekadar obrolan dari hati ke hati. Kalau ada yang mau belajar, kami siapkan mushala kecil di dekat ruang tahanan,” katanya.
Pendekatan tersebut dinilai sejalan dengan semangat Polri yang mengedepankan humanisme dalam penegakan hukum. Kapolres Lombok Utara, AKBP Agus Purwanta, S.I.K., menyebut kepercayaan yang diberikan kepada Hukman bukan tanpa alasan.
“Kami melihat Pak Hukman punya nilai lebih. Disiplin, berpengalaman, dan punya kepekaan sosial. Pembinaan rohani yang ia terapkan adalah contoh baik, bagaimana polisi hadir tak hanya menegakkan hukum, tetapi juga memberi jalan bagi perbaikan perilaku,” ujar Kapolres Agus.
Sentuhan rohani Ipda Hukman ternyata meninggalkan kesan tersendiri bagi para tahanan. Salah satunya, D. (21), tahanan kasus narkoba, mengaku mendapat pencerahan baru.
“Pak Hukman selalu ingatkan kami salat berjamaah. Kalau ada masalah, dia dengar cerita kami. Saya jadi ingat keluarga di rumah. Kalau bebas nanti, saya mau berubah,” katanya.
Di tengah berbagai sorotan terhadap lembaga kepolisian, kehadiran figur seperti Ipda Hukman menjadi oase. Penanganan tahanan tidak lagi hanya soal administrasi, tetapi juga pembinaan mental dan spiritual. Hukman percaya, upaya sederhana itu akan membantu para tahanan kembali ke masyarakat dengan pemahaman yang lebih baik.
“Kami ingin, ketika mereka bebas, mereka punya bekal niat baru. Tidak mengulangi kesalahan. Karena sejatinya tugas polisi bukan sekadar memenjarakan, tetapi juga mengembalikan orang ke jalan yang benar. Bagi saya, kalau satu saja dari mereka mau berubah, itu sudah cukup, kami hanya ingin para tahanan pulang ke rumah sebagai manusia yang lebih baik.” pungkas Hukman.
Kini, di balik tembok dan jeruji ruang tahanan Polres Lombok Utara, secercah harapan tumbuh dari lantunan doa dan obrolan sederhana tentang arti hidup yang lebih baik. Sebuah pendekatan kemanusiaan menegaskan bahwa keadilan sejati bukan hanya menghukum, melainkan juga memulihkan. ( Wiswa )
0 Komentar